Friday, December 25, 2015

My Winter Time in Japan



Pada awal Januari 2013 saya pergi melancong ke Jepang. Tujuan saya ke Jepang adalah ingin melihat dan merasakan secara langsung musim dingin atau bahasa kerennya winter, sekaligus ingin mengetahui sistem transportasi di Jepang. Nah, siapa yang tidak kenal dengan kereta Shinkansen pasti semua orang sudah tahu bentuk dari Shinkansen ini, walaupun masih ada juga sedikit orang yang belum mengetahuinya jika belum ke Jepang. Shinkansen adalah kereta api express super cepat yang kecepatannya dapat menyingkat waktu perjalanan dari yang tadinya memakan waktu satu hari perjalanan dapat dengan mudah ditempuh hanya  dengan 2 jam perjalanan saja, wow hebat bukan?!
  
Pesawat Air Asia yang saya tumpangi telah mendarat di bandara Haneda – Jepang, pada tengah malam waktu setempat. Saya melihat banyak orang yang memilih untuk berdiam di bandara Haneda untuk menunggu pagi, karena kalau tengah malam begini transport seperti kereta sudah jarang yang beroperasi. Menurut informasi, kereta akan mulai beroperasi lagi sekitar pukul 6 pagi setiap harinya.

Seharusnya saya pun melakukan perjalanan ke Tokyo esok pagi dari Haneda, namun saya tidak dapat menahan godaan untuk melihat kota Tokyo saat ini dan detik ini juga haha. Saya pun segera meninggalkan bandara Haneda dan membeli tiket kereta menuju Tokyo. Alhamdulilah masih ada kereta yang beroperasi ditengah malam begini.

Akhirnya saya berhasil juga keluar dari zona bandara dan melakukan perjalanan menuju Tokyo. Suasana di dalam kereta padat sekali, banyak sekali pegawai yang sepertinya baru pulang kerja, ternyata jam kerja mereka sangat panjang sampai pulang tengah malam begini. Saya pun sempat bertanya kepada salah satu pria Jepang di sebelah saya yang sepertinya baru pulang kerja, tentunya dengan menggunakan bahasa Jepang. Nah, untuk yang mau bepergian ke Jepang, usahakan kalian harus bisa bahasa Jepang, agar komunikasi bisa berjalan lancar dan tidak salah arah tujuan.

Saya bertanya kepada pria yang berdiri di samping saya, saya menanyakan bagaimana untuk bisa sampai ke Tokyo, kemudian pria itu menunjukan tulisan yang berbentuk katakana dan hiragana yang tertera di atas pintu kereta serta menunjukan arah nya, saya pun setengah mengerti karena mungkin faktor kelelahan sehingga membubarkan konsentrasi berfikir saya. Tiba-tiba  tanpa di duga pria tersebut mau mengantar saya sampai ke Tokyo, wah senangnya….Domo Arigato Gaozaimasu.
Akhirnya saya tiba di Tokyo, dan kami pun berpisah karena dia harus melanjutkan perjalanan ke arah yang berlawanan.

Saya terus melanjutkan perjalanan saya, terlihat rumah-rumah mungil di sepanjang jalan dekat stasiun di Tokyo, sangat mengagumkan. Bangunan nya tertata dengan rapi, saya pun senyum-senyum sendiri, I felt like I was crazy karena saya akhirnya bisa menginjakan kaki di Tokyo yang sudah lama saya idam-idamkan.
Perjalanan belum berakhir, dari Tokyo saya harus melanjutkan perjalanan yaitu naik kereta menuju Asakusha. Sepertinya kereta akan segera berangkat dan ini merupakan kereta terakhir, terlihat banyak orang bergerombol menaiki dan menuruni anak tangga, mereka menuju subway ketempat dimana kereta berhenti, akhirnya saya pun berhasil naik kereta ke Asakusha. Saya pun sempat berbincang-bincang dengan seorang perempuan Jepang yang seperti nya baru pulang kerja, karena arah kami sama maka dia pun menawarkan untuk membantu saya mencarikan alamat hotel terdekat. Namun setibanya di hotel yang di tuju, hotelnya sudah tutup. Maklum lah ini bukan hotel yang berbintang 5, tapi sejenis guest house jadi hotel akan tutup bila kamar sudah terisi penuh.

Saya pun mengucapkan terimakasih kepada perempuan yang sudah mengantar saya tadi, dan kami pun berpisah karena dia harus meneruskan perjalanan pulang.
Malam pun semakin larut, udara pun semakin dingin, ya iya lah,  it’s winter time :-)

Pada saat itu jam menunjukan pukul 01:00 dini hari, perjalanan ke Kyoto akan dimulai esok hari pukul 05:00 pagi, sehingga pikir ku tidak usah mencari penginapan, lebih baik mencari bar yang buka 24 jam saja haha.
Udara malam itu sangat dingin sekali sampai menusuk tulang, mata saya melihat ke sebuah bar dan restoran yang berjarak cukup dekat dengan 7 eleven, dari kejauhan saya memandang keluar jendela, para petugas restoran membersihkan sisa – sisa makanan di meja dan membuang sampah yang sudah terbungkus plastik besar warna hitam di pintu depan restoran mereka, semua restoran sudah mulai tutup. Keadaan di luar sangat hening dan dingin, tidak ada kendaraan yang lalu lalang, bahkan saking dinginnya saya bisa merasakan udara dingin masuk dari hidung saya dan uapnya terlihat jelas sekali pada saat saya menghembuskan nafas.
Saya melihat ada satu restoran yang dikelola suami istri masih buka, akhirnya saya menuju restoran tersebut, saya pikir restoran ini buka 24 jam, ga tau nya restoran ini hanya buka sampai jam 2 dini hari saja. Ehm, sepahit apapun keadaan harus tetap optimis. Untuk mengisi waktu sampai jam 4 pagi saya pun sempatkan untuk berfoto di jalanan Asakusha, jalanan ini sangat bersih sekali, tidak ada sampah, tidak ada kendaraan yang melintas, bahkan kalau bawa tenda bisa bermalam di sini juga haha.

Photo di Asakusha

Akhirnya tepat jam 4 pagi ada satu restoran yang buka, surga bagi saya, akhirnya saya pun dengan semangat memasuki restoran, ehm hangat sekali di dalam ruangan ini pikir ku. Datanglah seorang wanita paruh baya menyodorkan menu makanan di meja, dan saya memesan udang goreng tempura dan ocha yaitu minum teh ala  jepang yang disedu dengan menggunakan teko tradisional Jepang. Di dalam restoran ini hangat sekali, sepertinya heater sudah dinyalakan, tempatnya pun bersih dan nyaman, saya pun ingin berlama-lama di sini, namun apa daya saya harus melanjutkan perjalanan ke Kyoto.

Tepat pukul 6 pagi, kereta pun tiba di stasiun Asakusha dan segera membawa saya ke Tokyo. Saya pun menyempatkan diri melihat patung anjing Hachiko, tepatnya di stasiun Shibuya. Diceritakan bahwa Hachiko ini adalah anjing milik Prof. Hidesaburo Ueno, dosen teknik pertanian di Universitas Tokyo. Namun, saat mengajar, Professor Ueno mendadak terkena serangan jantung dan meninggal pada tahun 1925, karena meninggal, Ueno tentu saja tidak pulang lewat stasiun kereta api Shibuya, Tokyo. Padahal, Hachiko selalu setia menunggu di sana.

Photo di Shibuya bersama Hachiko

Setelah menukar tiket Shinkansen di stasiun Tokyo, perjalanan saya dilanjutkan ke Kyoto yang tentunya menggunakan kereta Shinkansen.


Kereta Shinkansen
Sore harinya kereta Shinkansen yang saya tumpangi tiba di Stasiun Kyoto, saya bergegas mencari bis yang akan mengantarkan saya ke guest house terdekat dengan Gion District. Dingin sekali udara di Kyoto ini lebih dingin dari Asakusha. Saya pun akhirnya menemukan guest house di Teramachi dekat Gion district, dimana kamarnya memiliki tempat tidur bergaya jepang.
Kesesokan harinya saya mulai perjalanan wisata saya ke Ginka Kuji.

Photo di Ginka Kuji

Gion District, Kyoto
Dan kemudian perjalanan diteruskan dengan menggunakan Shinkansen ke Nagoya, Osaka dan Nagano.


Nagoya


Nagano

 
Snow in Nagano

Akhirnya perjalanan saya diakhiri di Osaka dan saya pun harus segera kembali ke Tokyo dan membeli tiket kereta menuju Bandara Haneda untuk pulang ke Jakarta dengan pesawat Air Asia tengah malam nanti.

Indah sekali negeri Jepang ini, kereta api Shinkansen adalah senjata saya untuk mengelilingi kota-kota di Jepang. Taman-taman kota tertata dengan rapi, semuanya indah dan cantik. Semua orang yang saya temui di Jepang juga sangat ramah, saya merasa seperti di rumah sendiri, mungkin karena saya ramah maka mereka pun menjadi ramah, pada intinya be kind and, be brave. Suatu saat nanti saya ingin kembali ke Jepang, mungkin pada musim gugur berikutnya atau musim semi tahun depan.

Salam optimis,
Supri